1. Suka Memberi
Suka memberi dalam arti orang yang memprogam penghasilan usaha ekonominya, disisihkan sebagian untuk membantu orang lain. Seperti yang sudah dibahas di atas yakni 10% dari penghasilannya dibagikan untuk para fakir miskin atau dengan membantu kebutuhan hidup orang lain. Atau semisal digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup orang per orang yang membutuhkan bantuan karena tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
Orang yang konsisten atau istiqomah melaksanakan berbagi kepada sesama, dalam arti disamping berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri dengan keluarga yang terkadang tidak ringan, ia juga bersungguh-sungguh berusaha mencukupi kebutuhan hidup orang lain, hal tersebut dilakukan semata-mata niat ibadah dan mengabdi kepada Allah dengan hati ihlas, maka kebutuhan hidupnya pasti akan dicukupi oleh Allah, bahkan sebelum dia memberi kecukupan kepada temannya itu, karena orang yang berbuat baik kepada orang lain berarti berbuat baik kepada dirinya sendiri. Allah Swt. menegaskan dengan firman-Nya ;
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
“Barang siapa mengerjakan amal saleh maka (manfaatnya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dampak buruknya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS.Fushilat;41/46).
Di dalam ayat yang lain Allah Swt. lebih menegaskan lagi dengan firman-Nya :
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ
Bukankah Allah yang memberi kecukupan kepada hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah?.(QS.Az-Zumar;39/36)
Sesungguhnya secara hakiki, Allah lah yang mencukupi seluruh kebutuhan hidup setiap hamba-Nya, namun sesuai kehendak dan ketetapan-Nya yang qodim , kecukupan tersebut dilewatkan melalui hukum sebab akibat, baik dari hasil usaha secara pribadi ataupun didatangkan melalui pemberian orang yang jiwanya sosial. Seperti contoh kuwajiban mengeluarkan zakat dan anjuran bershodaqoh bagi orang yang mampu kepada fakir miskin, hal tersebut merupakan bagian dari sistem distribusi rizki ilahiyah yang ditentukan Allah Swt. supaya rizki atau harta tidak berputar hanya diantara orang-orang yang kaya saja, melainkan juga mengalir kepada orang fakir miskin yang lebih membutuhkannya, sehingga harta tersebut menjadi sehat dan bermanfaat ; “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. .(QS.Al-Hasyr ;59/7-8)
Seperti air, ketika berhenti di tempat penampungan, tidak mengalir kemana-mana, lama-lama menjadi rusak dan merusak. Menjadi sarang penyakit yang bisa menimbulkan sakit pada kulit dan tubuh. Uang juga demikian, jika mandek di hati tidak dialirkan sebagian kepada fakir miskin, ia akan rusak dan merusak, bahkan daya rusaknya jauh lebih membahayakan kehidupan ketimbang daya rusak air yang berpenyakitan. Jika air kotor sekedar merusak kulit dan anggota tubuh, uang kotor merusak hati yang bisa mengakibatkan rusaknya seluruh anggota tubuh dan bahkan kehidupan pemiliknya.
Uang boleh banyak dan boleh disimpan dimana saja. Boleh disimpan di lemari besi, boleh dilipatan bantal guling dan boleh di rekening di bank, asal jangan disimpan erat di dalam hati. Jika uang mandek dihati sehingga tidak mengalir sebagian ke fakir miskin, maka jiwa orangnya akan menjadi kikir, rakus, sombong, kufur nikmat, tidak pernah merasa cukup meski uang tidak terhitung banyaknya. Uang yang terlalu rekat dengan hati itu cenderung dipakai untuk memperturutkan hawa nafsu dan berbuat maksiat dan jahat. Akibat yang paling mematikan menjadikan hati keras, malas beribadah sehingga jauh dari Allah Swt. yang akhirnya akan mengirim orangnya untuk tinggal di penjara dunia atau menjadi penghuni neraka untuk selama-lamanya. Wal Iyyadzu Billah.
Dengan membagikan sebagain rizki miliknya kepada orang yang berhak menerima, berarti sama saja menyelaraskan sistem pengelolaan bumi dengan sistem pengelolaan langit. Dalam arti sistem langit yang qodim tersebut diterapkan di dalam manajemen ekonomi pribadi yang sifatnya hadits . Usahanya di dunia yang hadits disinergikan dengan ketetapan Allah di langit yang qodim. Badannya berkeringat di bumi tapi hatinya dihangati oleh Nur Allah dari langit, maka Ruhnya online kepada Allah sehingga KUN-nya yang hadits menjadi KUN-Nya yang qodim, selanjutnya ijabah segera diturunkan sebagai pelaksanaan FA YAKUN dari-Nya.
Setelah itu Anda akan melihat dan merasakan, betapa hasilnya sangat menak-jubkan. Kemungkinan-kemungkinan yang selama ini seperti tidak ada menjadi terbuka, yang mustakhil menjadi masuk akal, yang tidak pernah terbayang menjadi kenyataan.
Ketika kesulitan dan kebuntuhan hidup, tanpa direncanakan dan diusahakan, tahu-tahu mendapatkan jalan keluar dan rizki didatangkan dari arah yang tidak terduga sehingga Allah memberi kecukupan kepada Anda dari langit sebelum Anda mencukupi kebutuhan orang fakir miskin yang menjadi tanggungan Anda di bumi. Ini adalah bagian dari ‘karomah’ yang diturunkan Allah kepada seorang hamba yang dikehendaki-Nya, meru¬pakan rahasia sistem kinerja ilahiyah yang qodim; “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan”. (QS.Ar-Rahman;55/29), merupakan hukum sebab akibat yang tidak akan ada perubahan selamanya, apabila sebabnya Anda lakukan dengan baik maka akibatnya akan didatangkan kepada Anda dengan baik pula. Sedikitpun Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Contoh kongkrit. Jika ladang kehidupan ekonomi yang kita kelola ini kita ibaratkan sebagai sawah sedangkan ladang kehidupan orang yang menjadi tanggungan kita juga kita ibaratkan sebagai sawah. Ketika sawah kita menjadi urutan pertama untuk menerima aliran air dari sumber air yang kemudian dialirkan ke sawah orang yang jadi tanggungan kita, maka tentunya sawah kita akan dipenuhi air terlebih dahulu baru kemudian sawah orang tersebut mendapatkan air. Artinya kebutuhan kita yang akan tercukupi dahulu baru kebutuhan orang tersebut mendapatkan kecukupan melalui kecukupan kita, karena Allah yang Maha Kaya berkehendak mengalirkan rizki hamba-Nya melalui manajemen rizki kita.
Dengan kata lain, ketika kita berazam atau berkomitmen kepada diri sendiri di hadapan Allah Swt. untuk mencukupi kebutuhan hidup orang lain dari sebagaian rizki yang kita terima dari-Nya, maka logikanya, sebelum kebutuhan hidup kita tercukupi, kebutuhan orang tersebut belum akan mendapat kecukupan. Hal itu karena dengan niat dan amal kita yang mulia itu, menjadi sebab yang kemudian menghasilkan akibat yang baik yang bentuknya Allah Swt. berkehendak mengalirkan rizki untuk orang tersebut melalui rizki kita. Usaha ekonomi kita dijadikan-Nya sebagai talang atau jalan tembus untuk mengalirkan rizki-Nya kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Inilah bagian dari maksud judul buku “Pesugian Islami”. Dengan bershodaqoh yang direncanakan tersebut kehidupan orang beriman akan menjadi kaya raya, baik lahir maupun batin.
Padahal urusan rizki Allah bukan urusan nominal, melainkan urusan kecukupan. Kongkritnya, ketika kita mencukupi kebutuhan hidup orang miskin tersebut senilai 500 ribu sebulan misalnya, maka kebutuhan kita yang 50 juta sebulan akan tercukupi terlebih dahulu, subhanallah. Belum lagi kalau ada tambahan kebutuhan yang lain yang tidak terduga, maka Allah akan mencukupinya juga. Hal itu sangat mudah bagi Allah karena Allah Maha Kaya dan Maha Perkasa.
Tidak hanya itu saja, dengan hati kita yang kaya dengan Allah (ghina billah), tidak menduakan Allah yang Maha Esa dengan menyandarkan harapan hidup kepada siapapun selain-Nya, bahkan kepada kebaikan hati orang yang selalu berbuat baik kepada kita, maka jiwa kita menjadi semakin kuat, penuh percaya diri sehingga mendapatkan trust atau kepercayaan dari orang lain untuk bekerja sama dengan kita sehingga usaha ekonomi kita semakin berkembang dan mendapatkan keberkahan dari-Nya. Keberkahan tersebut juga dalam bentuk badan yang kuat, pikiran yang sehat dan cerdas, perasaan yang aman dan nyaman sehingga mampu mengelola dunia usaha dan menghadapi sistem romantika kehidupan yang kompetitif dengan kuat dan semangat.
Allah telah menentukan sistem distri-busi rizki ala langit tersebut dengan firman-Nya berikut ini;
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (7) لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (8) (Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.(QS.Al-Hasyr;59/7-8)
By, Muhammad Luthfi Ghozali