Mengapa Orang diruqyah Bisa Kesurupan Jin?
1. Sihir Jin Yang Ditiupkan
Firman Allah Ta’ala Qur’an Surat al-Hijr/42. Qur’an Surat Shod/85. Qur’an Surat an-Nahl/ 100
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat”. QS:15/42.
Jika yang dikatakan Ruqyah itu merupakan bentuk ibadah yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah yang beriman, bukan perbuatan mengikuti setan Jin sehingga menjadi sesat sebagaimana yang dinyatakan Allah Ta’ala dengan firman-Nya di atas, dan bukan pula syirik seperti yang dinyatakan pelakunya sebelum “Ruqyah” itu dimulai dengan atraksi mengumpulkan jimat-jimat kemudian dibakar, maka dengan pernyataan Allah di atas seharusnya orang yang diruqyah itu tidak kesurupan jin. Jika ternyata demikian, maka barangkali bacaan ayat-ayat suci yang dibaca dalam pekerjaan “Ruqyah” itu sudah disusupi sihir setan Jin, sebagaimana yang telah dinyatakan Allah Ta’ala di dalam firman-Nya (surat al-Hajj ayat 52) “melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu”, seperti tukang sihir membacakan mantranya, ketika ayat-ayat suci itu dibaca, maka para pendengar yang khusu’ tersebut seketika bergelimpangan tidak sadarkan diri.
Bukankah keadaan itu sama dengan keadaan para pemain kuda lumping..?. setelah dibacakan mantra-mantra oleh pimpinan rombongannya kemudian para pemain itu seketika kesurupan jin dan tidak sadarkan diri. Namun bedanya, jika kuda lumping adalah tontonan yang mengasyikkan sedangkan pelaksanaan “Ruqyah” adalah tontonan yang mengerikan dan menjijikkan.
Dan di dalam firman-Nya yang lain Allah Ta’ala telah menegaskan pula. Allah SWT. berfirman:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ(82)إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِين َ
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, – kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. QS:82/85.
Iblis bersumpah di hadapan Allah Ta’ala akan menyesatkan anak Adam secara keseluruhan kecuali hamba-hamba Allah yang beribadah dengan ikhlas, kepada mereka itu kekuatan setan Jin tidak dapat menembus benteng pertahanan yang melindungi. Demikian tersebut dinyatakan Iblis sendiri di hadapan Allah Ta’ala yang telah diabadikan dengan firman-Nya di atas. Artinya, yang menunjukkan suatu kehebatan dari bentuk pelaksanaan amal ibadah manakala ibadah tersebut mendapat perlindungan Allah Ta’ala dari gangguan setan Jin, tidak malah sebaliknya. Dan lebih tegas lagi Allah Ta’ala menyatakan dengan firman-Nya:
إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin (beryatawalla) dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah QS:16/100.
Penegasan Allah Ta’ala itu artinya: hanya kepada sekelompok orang yang telah mengambil setan Jin sebagai wasilah atau jalan mendekat (beryatawalla) untuk mencapai tujuan dan orang-orang yang telah berbuat syirik saja, maka setan Jin dapat memperdaya mereka sehingga kesadaran mereka dapat dikuasai walau hanya sebentar.
Barangkali seperti keadaan itulah apa yang terjadi di dalam pelaksanaan “Ruqyah”, ketika orang-orang yang mendengarkan ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim itu sambil pikirannya menerawang memikirkan Jin – apakah di dalam tubuhnya ada jin atau tidak – sambil memaksakan diri untuk berbuat khusu’, tanpa disadari ternyata justru melaksanakan apa yang dimaksud oleh ayat tersebut, yakni “beryatawalla” kepada setan Jin. Jika memang demikian, maka pantas saja, hingga sedemikian mudahnya Jin dapat menusuk dan menguasai kesadaran orang yang diruqyah tersebut. hal itu bisa terjadi, karena sesungguhnya setan Jin telah dipersilahkan sendiri untuk datang dan menusuk wilayah kesadaran itu. Buktinya walau dengan masih merasakan sakit dan lemas akibat kesurupan jin, tetap saja mereka merasa bangga, bahwa yang demikian itu adalah yang terbaik baginya dan bukan perbuatan syirik.
Sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan syirik di dalam amal perbuatan “asy Syirku Fil Amali”. Dan yang demikian itu adalah identik dengan perbuatan setan Jin yang memang selalu bersyirik ria dengan manusia sebagaimana yang telah ditegaskan Allah Ta’ala dengan firman-Nya:
وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَولَادِ
“Dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak”. QS:17/64.
Yang pasti, hendaklah manusia waspada dan berhati-hati ketika perbuatan yang mereka lakukan – apapun bentuknya, lebih-lebih yang bernuansakan ibadah – nyata-nyata bersingguan dengan dimensi jin, seperti pelaksanaan ruqyah tersebut, seandainya Allah Ta’ala tidak melindungi hamba-Nya maka tidak seorangpun dapat selamat dari terkaman jin, dengan satu alasan saja; “Karena jin dapat melihat manusia, manusia tidak dapat melihat jin”.
2. Beramal Tanpa Bimbingan Guru
Firman Allah SWT. Surat al-A’raaf ayat 201:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya QS:7/201.
“Thoo-ifum minasy-Syaithon” atau was-was dari setan, dari ayat di atas, bentuk wujudnya terkadang berupa bisikan dalam hati manusia padahal bukan terbit dari kemuannya sendiri. Bisikan tersebut terkadang lebih dominan dari kemauan (Irodah atau Khotir) hatinya sendiri. Contoh misal: dengan sadar orang melihat seseorang yang ada di hadapannya adalah orang baik, baik pekerjaan maupun pembicaraan, akan tetapi bisikan itu mengatakan sebaliknya, orang tersebut orang jahat, demikian juga ketika melihat orang yang menurut kesadarannya jelek, bisikan itu malah mengatakan baik. Akibatnya, orang tersebut dibuat bingung oleh suara-suara yang ada di hatinya sendiri itu, karena akalnya mengatakan begini sedangkan dalam dadanya mengatakan yang lain. Semakin lama menjadi membingungkan dan akhirnya menjadi lupa diri dan klimaksnya bahkan menjadi gila.
Tanda-tanda awal penyakit gila tersebut, adanya perubahan yang mencolok dalam prilaku hidup orang tersebut. Asalnya periang mendadak menjadi pendiam, menjadi tidak suka bicara dan bergaul dengan orang lain, sering mengurung diri di dalam kamar dan berbicara sendiri, tidak banyak suka dengan apa yang diperbuat orang lain karena menurutnya perbuatan tersebut salah. Kadang-kadang mengaku didatangi ruh waliyullah dan bahkan mendapat ilmu langsung dari para wali dan para Nabi, mereka itu datang sendiri di kamarnya. Ada juga yang mengaku sebagai malaikat Jibril, yang lebih parah lagi, ada yang mengaku bertemu langsung dengan Allah Ta’ala, mendapat wahyu sebagaimana para Nabi as, sehingga mengaku sebagai nabi. Ketika penyakit itu sudah semakin parah, maka meninggalkan seluruh pemilikannya bahkan keluarganya yang dahulu sangat dicintai.
Banyak fenomena seperti ini kita temui di masyarakat, eronisnya kebanyakan orang yang terkena penyakit seperti itu justru dari golongan ahli ibadah dan ahli mujahadah. Mengapa demikian..? karena sesungguhnya ibadah dan mujahadah yang ditekuninya itu tanpa mendapat bimbingan seorang guru yang ahli, yakni guru-guru ruhaniyah yang dapat mentarbiyah ruhaniyah murid-muridnya. Akibatnya, ibadah dan mujahadah itu hanya dipancarkan oleh kemauan emosional dan rasional belaka tetapi gersang dari pancaran spiritual yang sesungguhnya. Itulah pertanda, sesungguhnya pembimbing ibadah tersebut adalah setan Jin yang telah memanfaatkan keadaan dan peluang.
Konkritnya, ketika dorongan emosional telah mendesak kekuatan rasional sehingga pertahanan rasional menjadi lemah sehingga kesadaran menusia menjadi eror, menjadi antara sadar dan tidak sadar. Saat-saat seperti itulah yang sangat ditunggu-tunggu oleh setan Jin untuk memasukkan sulthon jin (tehnologi jin) di dalam wilayah kesadaran manusia, manakala kesadaran itu menjadi terluka akibat dorongan emosional tersebut. Kemudian dengan tehnologi itu setan jin dapat meremot atau memancarkan perintahnya kepada manusia dari jarak jauh.
Keadaan tersebut seperti yang dimaksudkan oleh sebuah ungkapan Ulama’ yang artinya: “Barang siapa beramal tanpa guru maka gurunya adalah setan”. Ini merupakan masalah yang sangat penting bagi orang yang tekun menjalankan ibadah dan mujahadah yang tidak banyak diketahui dan dimengerti oleh kalangan awam.
Adapun maksud ayat di atas: “Orang yang bertakwa kepada Allah Ta’ala apabila sedang mengalami keadaan demikian, maka berdzikirlah!!” Berdzikir tersebut boleh dengan sholat, boleh dengan membaca kalimah thoyyibah atau boleh dengan membaca ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim – dengan itu supaya dia menjadi melihat atau menjadi sadar serta mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya. Artinya: seharusnya dengan membaca atau dibacakan ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim dalam rangka berdzikir kepada Allah Ta’ala, orang-orang yang tidak sadar atau orang yang sedang hilang ingatannya, menjadi sadar, tidak malah sebaliknya. Yakni orang yang sehat wal afiat dan sadar, dibacakan ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim menjadi hilang ingatannya atau gila walau sebentar, bahkan muntah-muntah dan kencing di masjid.
Ada contoh lagi: Ada orang yang lahirnya kelihatan segar-bugar dan sewat wal afiat, akan tetapi dia mengaku sakit. Bukan di dalam jiwanya bukan di dalam kesadarannya, tetapi di saat-saat tertentu di dalam dadanya didatangi tamu yang tidak diundang. Ceritanya, akhir-akhir ini dia dibuat bingung oleh bisikan yang bersumber dari rongga dadanya sendiri. Awalnya ada bisikan kalimah dzikir dengan kalimah “Lailaha illallah”, dzikir itu berbunyi sendiri di luar kemauannya. Awalnya dia senang, betapa tidak, kalimat dzikir itu seakan-akan pengingat dari Allah Ta’ala supaya dia selalu berdzikir kepada-Nya, karena dia memang orang yang ahli mujahadah bahkan kadang-kadang dengan jalan melaksanakan kholwat di tempat-tempat yang sepi. Maka kehadiran dzikir ghaib tersebut disambutnya dengan positif dan diikuti dengan khusu’. Akan tetapi lama-kelamaan bisikan dzikir itu ritmenya semakin meningkat bahkan akhirnya hampir-hampir mendominasi seluruh waktu hidupnya sehingga kehidupannya menjadi terganggu, bahkan terakhir setiap hari dia hampir tidak dapat tidur, meski sekedar memejamkan mata. Karena setiap mata dipejamkan, ritme dzikir ghaib itu semakin meningkat
Saat itulah dia mulai sadar bahwa datangnya dzikir ghaib itu ternyata bukan obat tetapi penyakit, meskipun dengan adanya dzikir ghaib itu dia telah banyak mendapat kelebihan yang dapat digunakan membantu dan menolong orang yang sedang membutuhkan pertolongan. Sayangnya kesadaran itu sudah terlambat, hidupnya sudah terlanjur dikuasai oleh bisikan tersebut. Akan tetapi alhamdulillah berkat kemauannya yang kuat untuk mengobati dirinya sendiri dan pertolongan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang sadar dan mau bertaubat, dengan terapi latihan panjang, akhirnya dia terbebas dari bisikan kalimah dzikir yang telah menyiksa hidupnya itu.
Mengapa ada kejadian seperti itu…? Sesungguhnya penyebabnya sama, orang tersebut senang beramal dengan amalan yang khusus (wirid-wirid khusus) akan tetapi tanpa bimbingan guru ahlinya. Jadi, tidak menjadi jaminan, dzikir dengan kalimat “Lailaha illallah“ sekalipun atau bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim, dapat menjadi obat bagi manusia, manakala cara membacanya tidak dibimbing oleh guru ahlinya.
Seperti sepeda motor misalnya, yang seharusnya menjadi sarana untuk membantu mempermudah hidup manusia, manakala dikendarai oleh orang yang belum ahli mengendarai kendaraan, maka yang seharusnya membantu kehidupan itu kadang-kadang malah menjadi penyebab mempercepat kematian.
Jadi, mestinya seperti orang-orang tersebut itulah yang seharusnyan diruqyah supaya penyakit yang ada dalam rongga dada mereka menjadi sembuh. Orang kesurupan menjadi sadar, orang yang terkena penyakit jin menjadi sembuh, orang yang mengaku malaikat jibril dan nabi tidak mencicipi penderitaan hidup di penjara. Memang untuk itulah – sejak dahulu sampai sekarang – ruqyah itu dilakukan oleh para ahlinya. Ruqyah bukan untuk melukai kesadaran orang sehat menjadi gila walau sebantar, tetapi melepaskan kesadaran manusia dari cengkraman setan jin untuk selama-lamanya. (malfiali, Desember 2008)