ISI BUKU, halamam 155 – 159
4a. Persepsi dan Sugesti
Meredaksikan mimpi tahap pertama ini dalam arti menta’birkan mimpi alam tidur menjadi mimpi alam jaga lalu membangun persepsi di dalam pikiran dan sugesti di dalam perasaan, bahwa dalam waktu tertentu impian tersebut akan jadi kenyatan. Dia yakin bahwa Allah Yang Maha Kuasa akan mengabulkan segala doa dan harapan orang yang percaya kepada-Nya. Orang yang pikirannya positif, perasaannya jadi positif dan orang yang perasaannya positif, maka hidupnya jadi positif.
Orang yang hidupnya positif, dalam arti perasaannya, pikirannya, ucapannya dan perbuatannya positif, maka aktifitas hidupnya akan memancarkan aura positif kepada alam, lalu alam menjawabnya dengan aura positif pula. Aura yang dipancarkan kepada alam adalah dzikir salik kepada Allah dan aura jawaban dari alam adalah dzikir balik Allah kepada hamba-Nya : “Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu”. (QS.Al-Baqoroh/152). Maka seperti apa bentuk impian seseorang yang dipancarkan dalam aura hidupnya, seperti itu pula takdir Allah akan datang kepadanya. Adapun yang dimaksud dengan pikiran positif adalah “yakin bisa”, tapi bukan karena kemampuan pribadinya yang prima, melainkan merasa bahwa Allah Swt. dekat bersama-sama dengannya dan akan memberikan pertolongan kepadanya.
Semua orang percaya bahwa Allah Maujud atau ADA, bahkan Allah Maujud di semua zaman, namun tidak menjadi ADA dalam kehidupan kita karena kita tidak mempersepsikan Allah ADA (maujud) di dalam kehidupan kita. Ketika kita yakin bahwa Allah ADA dalam kehidupan kita dan akan memberi pertolongan atas kesulitan hidup yang kita hadapi, maka ada dua manfaat sekaligus yang bisa kita dapatkan. Pertama hati kita jadi tenang, karena dengan ingat kepada Allah, hati orang menjadi tenang. Kedua ketika Allah berkehendak menolong hamba-Nya maka kita mendapatkan pertolongan dari arah yang tidak terduga. Ketenangan hati itu sangat penting, bahkan lebih penting dari harta dan kuasa yang bisa kita dapatkan. Tanpa ketenangan hati, apa yang bisa kita dapatkan tersebut tidak membawa manfaat yang berarti.
Jika kita tidak mempersepsikan ADA-nya Allah dalam kehidupan kita, maka dua kerugian besar menghadang kita. Satu hidup kita terasa sendirian dalam ketidakmampuan, terlebih ketika kita sedang dalam ketidakcukupan. Dua kita cenderung berbuat syirik dalam arti lebih mengharapkan pertolongan kepada manusia ketimbang kepada Allah. Padahal mereka itu sama seperti kita, sama-sama tidak mempunyai kemampuan dan juga butuh pertolongan. Bagaimana orang bisa mencukupi kebutuhan orang lain padahal kebutuhan hidupnya sendiri belum tercukupi?
Dari Abi Hurairoh r.a., Rasulullah Saw. bersabda; Allah Swt. berfirman :
“Aku bergantung bagaimana hamba-Ku yakin dengan-Ku. Dan Aku bersamanya ketika dia ingat kepada-Ku. Ketika dia ingat kepada-Ku di dalam jiwanya, maka Aku ingat kepadanya di dalam jiwa-Ku. Ketika dia ingat kepada-Ku dengan berjamaah, maka aku akan ingat kepadanya dengan berjamaah (dengan malaikat) yang lebih baik darinya. HR Bukhori Muslim.
Yang dimaksud “AKU” di dalam hadis Qudsi di atas adalah “takdir-Ku”. Takdir Allah Swt. untuk hamba-Nya. Maksudnya, takdir-Ku kepada hamba-Ku bergantung bagaimana hamba-Ku yakin kepada-Ku. Adapun “Dzon” bermakna yakin, sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam firman-Nya berikut ini :
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ – الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, – (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.(QS.Al-Baqoroh/45-46)
Orang yang hatinya khusu’ adalah orang yang yakin akan berjumpa dengan tuhannya. Perjumpaan itu bisa di dunia dan juga di akhirat. Perjumpaan di dunia dalam arti ma’rifatullah atau mengenal Allah, mengenal Allah dalam arti ma’rifatusy syuhudiyah. Mengenal Allah dalam persaksian bahwa Allah dekat dalam hidupnya. Merasa dekat dengan Allah, merasa melihat kepada-Nya atau merasa dilihat oleh-Nya. Tanpa keyakinan tersebut, keimanan belum mampu evektif melahirkan kenyataan, meski tanpa iman orang tidak mungkin bisa yakin kepada-Nya. Keyakinan hati inilah yang dimaksud dengan sugesti. Tanpa yakin, ilmu dan iman belum menghasilkan daya dan guna yang berarti.
Pertama impian dan kemauan lalu percaya atau iman, kemudian yakin atau sugesti bahwa Allah akan mengabulkan impian dan kemauannya serta memudahkan jalan usahanya selanjutnya baru berusaha dan berdoa. Membiasakan hal yang luar biasa menjadi biasa dan membiasakan yang biasa menjadi kebiasaan, itulah proses menuju terbentangnya kemungkinan. Ketika sesuatu yang asalnya luar biasa menjadi biasa dan yang biasa menjadi kebiasaan, sehingga orang tidak mampu lagi meninggalkannya, itu pertanda bahwa kemungkinan sudah di depan mata. Jika orang tidak mempunyai impian dan kemauan, maka yang setelah itu tidak mungkin ada baginya.
DAFTAR ISI BUKU :
PENGANTAR KATA
DAFTAR INI
BAB 1. Alam Mimpi dan Alam Ghaib
1a. Sumber Ilmu Laduni di Alam Mimpi
1b. Rahasia Alam Mimpi
1c. Alam Malakut/Alam Lauh Mahfudz (Irodah Azaliyah)
1d. Alam Qolam Alam
Jabarut/Alam Pembatas/
Alam Hayal/Alam Jin
d1. Nun bermakna IKAN besar
d2. Nun bermakna TINTA
d3. Al-Qolam bermakna Lauh Mahfudz
d4. Lima Perangkap Setan Jin
d5. Alam Hayal/Alam Jin
1e. Alam Mulki Wasy Syahadah/Alam Dunia (Irodatul Hadits)
BAB 2. Ta’wil Mimpi
2a. Ta’wil Secara Informatif
2b. Ta’wil Secara Solutif
BAB 3. Mimpi Para Nabi a.s.
3a. Mimpi Nabi Ibrahim a.s.
3b. Mimpi Nabi Yusuf a.s.
3c. Mimpi Nabi Muhammad Saw.
BAB 4. Meredaksikan Mimpi
4a. Persepsi dan Sugesti
4b. Prilaku dan Karakter
4c. Dzikir dan Shodaqoh
4d. Adab dalam Berusaha
PENUTUP
RIWAYAT PENULIS
DAFTAR PUSTAKA
Minat bisa WA disini : 0857 1319 8970
a/n TAJUDIN